Selasa, 26 Mei 2009

Kritik atau Saduran dalam Karya Sastra Terbesar?

ASLI ATAU SADURAN?

Dalam cipta-mencipta ada semacam persamaan yang tidak terjadi karena peniruan tapi karena pengaruh . Peniruan melahirkan plagiat. Plagiat yang seratus persen ialah pengembalian atau penerjemahan sesuatu hasil begitu saja dengan tidak menyebutkan nama pengarang yang asli, tetapi menaruhkan nama sendiri sebagai pengarang.

Cerita yang disadurtidak bisa dikatakan cerita asli, meskipun cara menceritakannya barangkali lebih baik dari cerita mula-mula dan nilainya sebagai saduran mungkin lebih tinggi dari yang asli.

Yuridis plagiat adalah pencurian yang patut dihukum. Hukuman yang paling tepat adalah hukuman moral yang diderita plagiator apabila perbuatannya diketahui oleh umum. Hasil pengaruh memperlihatkan pengaruh-pengaruh ialah hasil yang pada dasarnya mempunyai jiwa dan rangkanya sendiri, tetapi diperkaya dan diperkuat dengan anasir-anasir yang mempengaruhi.

Syarat yang paling penting adalah keaslian dalam pengucapan, bukan saja dalam bentuk tetapi juga dalam isi. Hasil yang nyata barang tiruan tidak pernah bisa besar. Sebab itu alangkah baiknya jika pengalaman, pengetahuan, dan serba pengaruh dicernakan dan dikerjakan sehingga ciptaan mempunyai watak sendiri.

APAKAH TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK PLAGIAT?

Menjelang akhir tahun 1962 dihebohkan orang bahwa karangan Hamka Tenggelamnya Kapal van der Wijck adalah jiplakan dari karangan Alphonse Karr Sousles Tilleuls yang disadur/diterjemahkan oleh Mustofa Luthfi Al-Manfaluthi ke dalam bahasa Arab dengan judul Majdulin.

Dengan singkat dan popular dapatlah saya jelaskan pendapat saya mengenai pengertian plagiat dalam arti jiplak.

Seseorang anak melihat gambar rumah. Timbul keinginananya untuk membuat rumah juga. Diambilnya kertas minyak atau juga. Diambilnya kertas minyak atau kertas tipis. Hasilnya? Di situ rumah, di sini rumah.- Tetapi dalam pekerjaan ini sianak tidak menggunakan pikirannya secara kreatif. Pekerjaannya otomatis.

Pada suatu hari, saya lihat anak saya menggambar singa, sedang di depannya terletak sebuah buku yang bergambar singa pula. Saya perhatikan singa anak saya. Mukanya seram, kejam, mau menerkam. Saya perhatikan pula singa dalam buku: singa itu sedang tidur dengan amannya. Saya perhatikan seterusnya. Singa anak saya berdiri di depan gua yang menganga, singa di dalam buku sedang tidur dalam kurungan, - saya girang.

Disini ada kegiatan pemikiran, ada imajinasi, ada kreasi. Anak saya tidak hanya menjiplak. Dalam otaknya ada proses kreatif, dia membayangkan bagaimana rupa singa sedang marah dan itulah yang digambarkannya menurut imajinasinya.

Sebuah karya tidaklah dianggap plagiat, dapat serta merta diukur dengan batasan diatas, tetapi harus dikupas dan diselidiki sendiri, supaya tidak terjadi aniaya terhadap pengarang bersangkutan yang dituduh.

Sanduran ialah cerita yang mengambil cerita lain sebagai contoh dengan tidak mengadakan perubahan dalam plot cerita dan permasalahan. Yang lain hanyalah lingkungan tempat dan manusianya, yaitu diubah sesuai dengan tempat dan manusia di lingkungan penyadur. Saduran yang jauh menyimpang dari aslinya, dalam plot, dalam permasalahan, dalam gagasan-gagasan yang dikemukakan, akan sukar disebut demikian. Apalagi kalau di dalamnya dimasukkan pengalaman dan tanggapan dunia si penyadur sendiri, yang dalam hal ini tidak lagi menyadur, tetapi mengarang cerita sendiri.

Maka, tidaklah tepat menyebut karya pengarang itu saduran begitu saja, tetapi ciptaan sendiri. Lebih-lebih kalau dalam proses penciptaan tidak ada maksud untuk menyadur, maka persamaan yang mungkin nampak dapat dikembalikan pada pengaruh belaka.

Dengan rumusan-rumusan yang diberikan diatas, pastilah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck bukan jiplakan, karena bukan terjemahan harfiah ataupun bebas dari karangan Manfaluthi/Karr. Hamka bukanlah penjiplak yang tidak mempergunakan daya fantasinya, penjiplak yang hanya sekedar mengalih bahasa dan menyuguhkan terjemahannya sebagai ciptaan sendiri.

Tidak ada komentar: